Kevin Gani: Menyelamatkan Makanan, Menyalakan Harapan, Memartabatkan Kehidupan
Aroma makanan siapa yang tak doyan?
sering kali menyenangkan bahkan membuat ketagihan, sampai ia berubah menjadi
bau busuk di tempat pembuangan sampah. Di balik setiap tumpukan sisa nasi, roti
dan lauk pauk, tersimpan cerita ironis bahwa di negeri yang melimpah hasil bumi
ini ternyata masih banyak perut yang belum terisi.
Data Food Waste Index Report
2024 dari UNEP mencatat Indonesia menempati peringkat ke-8 dunia dalam
jumlah sampah makanan terbanyak. Angkanya mencapai jutaan ton per tahun dan
sebagian besar sebenarnya jika di pilah, masih layak konsumsi. Ironi itu kian
terasa ketika di sudut lain, anak-anak tumbuh dengan tubuh pendek akibat
kekurangan gizi, sementara lansia berjuang sekadar mendapat sepiring nasi
hangat bergizi.
Namun dari tumpukan kenyataan yang
muram itu, lahir secercah harapan. Harapan itu dibawa oleh seorang laki-laki
hebat bernama Kevin Gani, anak muda kelahiran Jakarta, Maret 1999, yang
memutuskan untuk tidak tinggal diam di tengah gunungan sisa makanan.
Saya terharu, sekaligus tergugah
akan kisah Kevin Gani, bagaimana perjalanannya membuat saya bahkan
mungkin kita semua, masyarakat Indonesia, tak punya alasan tak mengaguminya
Perjalanan Kevin dimulai pada 2017,
ketika ia masih duduk di bangku kuliah di Universitas Bhayangkara, jurusan Ilmu
Komunikasi. Saat itu, ia bergabung sebagai relawan di sebuah organisasi bernama
Garda Pangan di Surabaya, sebuah food bank yang berupaya
menyelamatkan makanan berlebih yang masih sangat layak untuk dibagikan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
Ketika menjalankan salah satu
kegiatan lapangannya, Kevin bertemu seorang nenek tua di kawasan Joyoboyo.
Nenek itu hidup sebatang kara dan bertahan hidup dari belas kasih tetangga.
Ketika Kevin hendak memberinya makanan, sang nenek menyambut dengan sebuah
gayung plastik karena ia tak punya piring.
Bayangkan di era ini, dimana
belanja bisa dilakukan kapan dan dimana saja bahkan diatas tempat tidur sembari
berbaring tinggal klik dari gawai dan selesai. Ternyata di belahan bumi lainnya
masih ada seseorang yang bahkan piring untuk makan pun tak punya.
Pemandangan sederhana itu mengubah
cara pandang Kevin tentang arti “makanan.” Bukan sekadar benda yang
mengenyangkan perut, tetapi simbol keberlangsungan hidup, martabat, dan rasa
syukur. Beberapa minggu kemudian, kabar duka datang, nenek itu telah berpulang.
Namun kenangan itu menjadi pemantik tekad Kevin untuk berbuat lebih besar.
Sejak saat itu Kevin sadar, setiap
makanan yang terbuang bukan hanya soal pemborosan, tapi juga berpotensi besar menyia-nyiakan
sealur kehidupan.
Menjadi Bagian dari Gerakan Garda Pangan
Garda Pangan bukanlah organisasi
yang ia dirikan sendiri. Lembaga ini diinisiasi oleh tiga sosok visioner yakni
Dedhy Baroto Trunoyudho, Indah Audivtia, dan Eva Bachtiar. Namun, semangat
Kevin membuatnya tumbuh menjadi bagian penting dalam roda perjuangan mereka.
Mulai dari relawan lapangan, ia
kemudian dipercaya menjadi koordinator program sukarelawan, naik menjadi bagian
humas, hingga akhirnya memegang amanah sebagai ketua Yayasan saat ini.
Garda Pangan berdiri sebagai
gerakan food rescue pertama di Surabaya yang mengumpulkan surplus
makanan dari restoran, hotel, bakery hingga katering, untuk kemudian disalurkan
ke masyarakat pra-sejahtera.
Mereka memiliki tiga program utama:
- Food Rescue: mengumpulkan makanan berlebih yang masih layak konsumsi.
- Food Drive: mengelola donasi makanan dari komunitas atau acara besar.
- Gleaning: memanfaatkan hasil panen yang tak memenuhi standar pasar tetapi tetap bergizi.
Semua makanan tersebut sudah melalui
proses seleksi ketat sebelum sampai di tangan penerima manfaat, agar layak
secara higienis dan tetap menjaga martabat penerima. Prinsip utamanya adalah agar
orang yang menerima bantuan tetap merasa dihargai, bukan dikasihani.
Dari Surabaya untuk Indonesia
Kevin sadar bahwa perubahan besar
tidak bisa terjadi tanpa kesadaran masyarakat. Karena itu, ia bersama tim
gencar melakukan kampanye anti–food waste melalui media sosial, kegiatan dilangsungkan
dalam beragam event mulai dari Car Free Day hingga kunjungan ke
sekolah-sekolah.
Anak-anak diajak belajar menghargai
makanan lewat permainan interaktif dan simulasi sederhana. Tujuannya tentu agar
sejak kecil mereka paham pentingnya tidak menyisakan makanan, besar nanti
mereka akan tumbuh jadi generasi yang peduli dan tinggi empat, menyelamatkan tak
hanya diri, lingkungan tapi juga bangsa ini.
Selain itu, Garda Pangan juga memanfaatkan sisa makanan yang sudah tak layak dikonsumsi menjadi pakan ternak dan pupuk kompos menggunakan teknologi biokonversi Black Soldier Fly (BSF).
Melalui inovasi ini, mereka mampu mereduksi emisi gas rumah kaca hingga 533.900
kilogram, angka yang fantastis untuk gerakan berbasis relawan.
Di balik kegigihannya, ia tak jarang menghadapi tantangan. Mulai dari stigma sosial yang menganggap “makanan sisa kok dibagikan?”, keterbatasan dana operasional, hingga logistik yang rumit. Tapi Kevin memilih bertahan.
Sebab menurut Kevin kalau menyerah,
siapa yang akan lanjut menyelamatkan makanan ini. Ketekunan itu akhirnya
membuahkan hasil. Pada 29 Oktober 2024, Kevin Gani dinobatkan sebagai salah
satu penerima 15th SATU Indonesia Awards dari Astra International, kategori Lingkungan.
Proses seleksi yang ketat, validasi
berlapis, hingga presentasi di depan dewan juri nasional tak membuatnya gentar.
Ia datang bukan untuk mengejar penghargaan, tapi untuk membawa suara tentang
pentingnya mengelola makanan secara berkelanjutan.
Ia hanya ingin lebih banyak orang
sadar, bahwa satu sendok nasi yang tersisa bisa berarti besar bagi orang lain
bahkan menyelamatkan kehidupan itu sendiri. Langkah Garda Pangan di Surabaya ternyata
menjalar ke kota-kota lain. Banyak komunitas di Bandung, Jakarta, dan
Yogyakarta mulai mengadopsi sistem yang sama.
Kisah Kevin bukan hanya tentang
makanan. Ia tentang kesadaran, empati dan tanggung jawab sosial. Tentang
bagaimana satu pengalaman sederhana bisa menyalakan gerakan besar yang
menyelamatkan ribuan orang dari kelaparan.
Data Garda Pangan mencatat, hingga
kini mereka telah menyalurkan makanan bagi lebih dari 28.000 penerima manfaat
di Surabaya dan sekitarnya mulai dari anak yatim, lansia, hingga penyandang
disabilitas.
Di saat banyak orang memandang sisa
makanan sebagai sampah, Kevin melihatnya sebagai peluang untuk menebar
kebaikan. Di tangan anak muda seperti Kevin, isu lingkungan berubah menjadi
gerakan kemanusiaan.
Mengubah Pola Pikir Masyarakat Lewat Makna di Balik Sisa
Salah satu keberhasilan Garda
Pangan adalah mengubah cara pandang publik terhadap makanan berlebih. Lewat
edukasi, Kevin menunjukkan bahwa food waste bukan sekadar masalah dapur,
melainkan juga masalah sosial, ekonomi dan hubungan masyarakat.
Satu ton makanan yang diselamatkan
berarti ribuan liter air dan energi pertanian tidak terbuang secara percuma.
Satu gerakan rescue berarti mengurangi emisi karbon di atmosfer. Dan
satu piring nasi yang habis disantap dengan sadar berarti menghormati jerih
payah para petani.
Kevin menyakini bahwa peran
masyarakat dimulai dari hal sederhana seperti mengambil makanan secukupnya,
menyimpan bahan makanan dengan bijak dan mendonasikan makanan berlebih sebelum
basi.
Kevin menyadari bahwa gerakan ini tidak akan berhasil tanpa partisipasi public dan ini membuktikan bahwa semua orang bisa jadi penyelamat pangan sesederhana melalui rumahnya masing-masing.
Kisah Kevin tentu mengingatkan kita
bahwa kepedulian tidak harus menunggu kekuasaan atau dana besar. Cukup dengan
hati yang peka dan langkah kecil yang dilakukan secara sadar dan tekun, bisa
jadi gerakan besar dengan manfaat yang tak kalah besar pula.
Kevin membuktikan bahwa aktivisme
sosial bukan monopoli generasi tua, dana besar atau lembaga besar. Di tangan
anak muda, isu lingkungan bisa diolah menjadi gerakan kreatif, relevan, dan
berkelanjutan.
Ketekunan Kevin juga menular.
Banyak relawan muda terinspirasi untuk ikut turun tangan. Mereka tidak hanya
mendistribusikan makanan, tetapi juga membangun ekosistem kebaikan yang
menumbuhkan rasa kemanusiaan. Garda Pangan mengajarkan kita bukan cuma tentang
mengelola makanan, tapi juga tentang lewat menghargai makanan maka kita juga
sekaligus merawat hidup itu sendiri.
Refleksi Diri Saya Sendiri
Saya sendiripun bukan tak pernah
menyisakan makanan tanpa berpikir panjang. Tapi setelah membaca kisah Kevin, ada
perasaan berbeda saat akan melakukannya lagi. Saya berharap barangkali kita semua
akan menatap sisa itu dengan perasaan berbeda dan tak akan menyisakan makanan
lagi.
Saya menyadari juga, Kevin Gani telah
menunjukkan bahwa kepedulian bisa bermula dari piring makan kita sendiri. Bahwa
menyelamatkan satu potong roti hari ini bisa menyelamatkan satu kehidupan esok
hari. Dan bahwa perubahan besar tak selalu dimulai dari podium, tapi dari hati
yang tak tega melihat orang lain kelaparan. Bahkan bukan hanya menyelamatkan
orang lain dari kelaparan, tapi juga bentuk kontribusi serius bahwa kita
sebagai manusia menjaga planet ini.
Kevin juga menjaga martabat kita
sebagai manusia bahwa kita adalah manusia yang merawat bumi.
Terima kasih Kevin Gani, ia bukan hanya
sekadar sosok penyelamat makanan. Ia penyelamat kesadaran bahwa di balik setiap
butir nasi, ada kehidupan yang patut dihargai dan dirawat dengan penuh cinta
kasih.
#APA2025-ODOP
Sumber Referensi
- Seluruh Gambar di akses tanpa perubahan pada 16 Oktober 2025 dari laman instagram.com/kevinganigani/ dan instagram.com/gardapangan/.
- Official Website Garda Pangan Surabaya (https://gardapangan.org/ diakses 16 Oktober 2025).
- Anugerah Pewarta Astra (2024) Menyelamatkan Makanan Sisa untuk Memberi Makan Mereka yang Membutuhkan [Online] (https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2024/artikel/9823/ diakses 16 Oktober 2025).
- United Nations Environment Programme (2024) Food Waste Index Report 2024: Think Eat Save – Tracking Progress to Halve Global Food Waste [UNEP] (https://www.unep.org/resources/publication/food-waste-index-report-2024 diakses 16 Oktober 2025)
Posting Komentar