Di Persimpangan Zaman, Sumatera Utara Taklukkan Peradaban
Cobalah tanya rekan, perantau atau teman lama, apa ceritanya tentang Sumatera Utara? Yakinlah dijawaban mereka, terlukis banyak rasa terpesona. Cerita dari Sumatera Utara sudah pasti bikin bangga. Seluruh nusantara hingga pelosok dunia tau Sumatera Utara selalu menawarkan beragam romantika yang memelihara perasaan hangat. Tak percaya? Mari kita mulai dengan berkaca pada kejayaan masa lalunya.
Sumatera Utara memang dianugerahi Tuhan beragam keindahan alam. Namun ada banyak pula perjalanan hebat terkisah disana. Tengoklah bagaimana bangunan bergaya art deco di seputaran Kesawan Medan masih menjadi tujuan wisata nostalgia. Kehangatannya menawarkan romantika sejarah, warisan perjuangan para pahlawan yang membanggakan.
Pesona artistiknya masih terukir dan selalu menarik perhatian. Semuanya berdiri kokoh di tengah persimpangan peradaban. Bangunan tua bekas gedung peninggalan Belanda yang masih digunakan wajahnya tidak berubah. Beberapa bahkan menjadi landmark penting penanda Kota Medan seperti Gedung Bank Indonesia, Kantor Pos Besar hingga Gedung London Sumatera.
Begitulah sekilas Sumatera Utara, sedikit banyak pasti bikin rindu. Tak pernah ada alasan jemu untuk datang dan datang kembali. Bisa membuat hati bangga dan riang. Namun mengingat kejayaan masa lalu saja tidak cukup. Sumatera Utara harus menjadi daerah penting yang melegenda dengan memori kebanggaan yang terus terpelihara.
Bangunan-bangunan tua itu masih terawat, tak malu bersanding dengan pesatnya modernitas maupun rutinitas masyarakat. Karakteristiknya mampu mempresentasikan gambaran tumbuh kembang Kota Medan. Seolah bercerita kepada siapa saja jika sejak tahun 1870 sudah menjadi pusat administrasi pendukung perekonomian.
Ingat pula bagaimana perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara memberikan banyak kontribusi kepada negara. Sejak masa kolonial hingga saat ini, perkebunan memang menjadi salah satu sektor utama tulang punggung ekonomi.
Utamanya dalam peranan bisnis ekspor ke pasar internasional. Kita boleh mengenang waktu dimana tembakau Deli begitu di puja. Deli Serdang terkenal sebagai daerah penghasil tembakau berkualitas tinggi, komoditas dagang paling berharga yang rasanya disuka oleh dunia.
Di usia yang ke 71 tahun, nama besar itu masih terjaga lewat potensi dari industri perkebunan kopi dan kelapa sawit. Lewat laman bumn.go.id, tercatat jika Sumatera Utara berada di posisi kedua sebagai produsen sawit terbesar di Indonesia.
Keberadaan perkebunan besar swasta kelapa sawit seluas 721.771 hektar, dengan produksi CPO sebesar 5,31 juta ton. Ditambah perkebunan kelapa sawit milik rakyat seluas 418.075 hektar, dengan produksi CPO sebesar 1,20 juta ton.
Sementara lewat laman indonesiabaik.id, Sumatera Utara menjadi produsen kopi terbesar ke tiga di Indonesia. Kita menjadi provinsi dengan tingkat produksi Kopi Arabika tertinggi di negara kepulauan ini.
Nikmat dan wanginya Kopi Arabika mampu menghasilkan US$ 414 juta setahun lewat ekspor 105.137 ton kopi. Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Herawati mengatakan dalam laman medanbisnisdaily.com total produksi kopi Sumut sudah mencapai 66.639,81 ton di lahan seluas 89.142,06 hektare.
Lahan tersebut tersebar di beberapa wilayah seperti Mandailing Natal, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Simalungun, Tapanuli Selatan, Dairi, Pakpak Bharat, Karo, Langkat, Deli Serdang, Dairi, Pakpak Bharat.
Termasuk Padang Sidimpuan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Nias Utara, hingga Nias Barat. Bangga bukan, bahkan aktivitas nongkrong di coffee shop yang sedang booming pun punya dampak signifikan terhadap perekonomian.
Masih Kopi Arabika saja, belum ditambah cerita dari Kopi Sidikalang atau Kopi Lintong. Cukuplah dua hal tersebut membuktikan jika Sumatera Utara memiliki banyak wilayah dengan potensi perkebunan yang potensial.
Begitu menggairahkan bagi proses investasi dan penanaman modal dari investor asing maupun dalam negeri. Pantas saja Kedai Kopi Apek yang kabarnya sudah dikelola tiga generasi itu tetap bertahan di usia yang hampir seabad. Konon katanya Kedai Kopi Apek sudah ada sejak tahun 1923.
‘Selangkah Maju ke Depan’, rasanya boleh kita sematkan ungkapan tersebut sebagai wujud kebanggaan terhadap perkembangan sektor pariwisata Sumatera Utara. Alasannya karena Danau Toba selain sedang diupayakan menjadi wisata berbasis Geopark, danau terbesar kedua di Asia itu tahun ke tahun semakin digemari saja. Buktinya Raja Belanda, Willem-Alexander direncanakan akan berkunjung pada Maret 2020 mendatang.
Keindahan alam Sumatera Utara digadang-gadang menjadi salah satu pertimbangan Raja Belanda itu. Kita tahu memang begitu banyak keindahan yang bisa dinikmati disana dan untuk menikmatinya tentu waktu sehari tak akan cukup.
Sebenarnya destinasi wisata Sumatera Utara tak sekedar Danau Toba saja. Ada banyak sekali surga-surga tersembunyi di 33 wilayah yang ada. Mulai dari Langkat dengan Tangkahannya, Nias Selatan dengan Pantai Sorakenya atau Karo dengan Berastaginya.
Barangkali kalau singgah ke ajang tahunan PRSU (Pekan Raya Sumatera Utara) keindahan itu bisa dinikmati meski tak secara langsung. Seperti tahun-tahun sebelumnya, PRSU menghadirkan penyelenggaraan atraksi, pameran kreasi produk unggulan serta panggung musik dan pertunjukan.
Jadi kalau tak sempat berwisata langsung seperti Raja Belanda Willem-Alexander, kita tetap bisa menikmati oh begini suguhan tarian dengan iringan musik tradisional daerah ini. Minimal menambah edukasi diri soal seni dan budaya yang ada di 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara.
Saya sempat berkunjung kesana dua tahun lalu dan malam itu (17 Maret 2017) ada pagelaran seni budaya dari Kabupaten Mandailing Natal. Saya dan tentu penonton lain disuguhkan drama asal usul Marga Nasution sembari mendengar langsung semarak tabuhan Gordang Sambilan. Saya jadi tahu nenek moyang marga Nasution adalah Si Baroar Nasakti.
Raja Belanda Willem-Alexander itu nanti pasti akan kesulitan mengucapkan perpisahan. Sumatera Utara selalu punya alasan membikin rindu. Apalagi jika nanti beliau juga menyusuri indahnya Sumatera Utara lewat rutinitas ‘Kuliner Wajib’.
Raja Belanda Willem-Alexander itu harus menjajal kuliner otentik yang sudah melegenda. Nasi putih hangat ditemani ikan mas arsik pedas bumbu andaliman khasnya suku Batak.
Nikmat!
Posting Komentar